Friday, May 9, 2008

PPh Pasal 23 vs PPh Pasal 4 ayat (2)

Seringkali kita dibuat bingung untuk menentukan jenis pajak yang dikenakan atas suatu transaksi apakah termasuk PPh Pasal 23 atau PPh Pasal 4 ayat (2) final. Transaksi yang paling sering adalah sewa. Biasanya setiap ada sewa, untuk urusan pajaknya yang muncul pertama kali terlintas di benak kita adalah PPh Final.
Sesuai dengan:

PASAL 23 AYAT (1) HURUF C UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH BEBERAPA KALI DIUBAH TERAKHIR DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2000


dinyatakan bahwa Atas penghasilan tersebut di bawah ini dengan nama dan dalam bentuk apapun yang dibayarkan atau terutang oleh badan pemerintah, Subjek Pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap, dipotong pajak oleh pihak yang wajib membayarkan dikenakan sebesar 15% (lima belas persen) dari perkiraan penghasilan neto atas sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta.
Bisa dikatakan bahwa sewa yang dikenakan PPh Pasal 23 ini adalah sewa selain tanah dan/atau bangunan.
Untuk mempertegas perbedaan ini marilah kita lihat peraturan yang mengatur tentang sewa/pengalihan hak atas tanah dan bangunan.

Bagimana tatacara pemotongan dan pembayaran pajaknya?
Pelunasan PPh Pasal 23 melalui mekanisme pemotongan oleh pemotong pajak.

Siapa Saja yang ditunjuk sebagai pemotong PPh Pasal 23?
Yang wajib memotong Pajak PPh Pasal 23 atas sewa adalah :
  1. Subjek Pajak badan dalam negeri termasuk yayasan dan bentuk usaha tetap atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya;
  2. Wajib Pajak dalam negeri orang pribadi yang ditunjuk sebagai pemotong PPh Pasal 23 sesuai dengan ketentuan dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor : KEP-50/PJ./1994 tanggal 27 Desember 1994.
  3. Badan Pemerintah;
  4. Penyelenggara kegiatan
Kapan disetor dan dilaporkan?
  • Memotong Pajak Penghasilan yang terutang pada saat pembayaran atau terutangnya sewa, tergantung peristiwa mana lebih dahulu terjadi, kemudian
  • Menyetor Pajak penghasilan yang terutang ke Bank Persepsi atau Kantor Pos dan Giro paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan takwin berikutnya setelah bulan pembayaran atau terutangnya sewa dan
  • Melaporkan pemotongan dan penyetoran Pajak penghasilan yang terutang ke Kantor Pelayanan Pajak paling lambat tanggal 20 (dua puluh) bulan takwin berikutnya setelah bulan pembayaran atau terutangnya sewa;
-----------------------------------------------------

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR KEP - 227/PJ./2002 tanggal 23 April 2002 tentang TATA CARA PEMOTONGAN DAN PEMBAYARAN, SERTA PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN DARI PERSEWAAN TANAH DAN ATAU BANGUNAN

Pasal 2
Penghasilan berupa sewa atas tanah dan atau bangunan berupa tanah, rumah, rumah susun, apartemen, kondominium, gedung perkantoran, gedung pertokoan, atau gedung pertemuan termasuk bagiannya, rumah kantor, toko, rumah toko, gudang dan bangunan industri, dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final.

Pasal 3
Besarnya Pajak Penghasilan yang terutang bagi Wajib Pajak orang pribadi maupun Wajib Pajak badan yang menerima atau memperoleh penghasilan dari persewaan tanah dan atau bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 adalah 10% (sepuluh persen) dari jumlah bruto nilai persewaan tanah dan atau bangunan.
Jumlah bruto nilai persewaan adalah semua jumlah yang dibayarkan atau terutang oleh pihak yang menyewa dengan nama dan dalam bentuk apapun yang berkaitan dengan tanah dan atau bangunan yang disewa, termasuk biaya perawatan, biaya pemeliharaan, biaya keamanaan dan service charge baik yang perjanjiannya dibuat secara terpisah maupun yang disatukan dengan perjanjian persewaan yang bersangkutan.

Nah jadi lebih jelas, sewa mana yang dikenakan PPh Pasal 23 dan mana yang dikenakan PPh Pasal 4 ayat (2).

Bagimana tatacara pemotongan dan pembayaran pajaknya?
Ada 2 model pemotongan dan penyetoran PPh Pasal 4 ayat (2):

Model 1
Pemotongan oleh penyewa dalam hal penyewa adalah Badan Pemerintah, Subjek Pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, kerjasama operasi, perwakilan perusahaan luar negeri lainnya, dan orang pribadi yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak
;
Adapun langkahnya:
  • Memotong Pajak Penghasilan yang terutang pada saat pembayaran atau terutangnya sewa, tergantung peristiwa mana lebih dahulu terjadi, kemudian
  • Menyetor Pajak penghasilan yang terutang ke Bank Persepsi atau Kantor Pos dan Giro paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan takwin berikutnya setelah bulan pembayaran atau terutangnya sewa dan
  • Melaporkan pemotongan dan penyetoran Pajak penghasilan yang terutang ke Kantor Pelayanan Pajak paling lambat tanggal 20 (dua puluh) bulan takwin berikutnya setelah bulan pembayaran atau terutangnya sewa;
Model 2
Penyetoran sendiri oleh yang menyewakan dalam hal penyewa adalah orang pribadi atau bukan Subjek Pajak
, selain yang tersebut pada model 1.
Adapun langkahnya:
  • Menyetor Pajak penghasilan yang terutang ke Bank Persepsi atau Kantor Pos dan Giro paling lambat tanggal 15 (lima belas) bulan takwin berikutnya setelah bulan pembayaran atau terutangnya sewa;
  • Melaporkan pemotongan dan penyetoran Pajak penghasilan yang terutang ke Kantor pelayanan Pajak paling lambat tanggal 20 (dua puluh) bulan takwin berikutnya setelah bulan pembayaran atau terutangnya sewa;

Jangan sampai salah karena pemberi penghasilan (penyewa) diwajibkan untuk memotong PPh Pasal 4 ayat (2). Apabila lupa maka nanti oleh petugas pajak akan ditagih kepada penyewa dan dikenakan sanksi apabila terlambat.








Wednesday, May 7, 2008

Pemilik Rumah di Atas Rp 60 Juta, Incaran Pajak

Anda, pemilik rumah dan tanah seharga Rp 60 juta ke atas, bersiaplah menerima surat dari aparat pajak. Mulai Juni 2008, aparat pajak di berbagai daerah bakal lebih giat menggali pajak penghasilan (PPh) dari pemilik rumah dan bangunan yang bernilai Rp 60 juta. . Aparat pajak bakal makin tegas bila Anda ternyata belum memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Petugas pajak bakal menagih PPh tahun ini berdasarkan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) tahun 2007.

Balikan aparat pajak di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Jakarta Pluit, Jakarta Utara, sudah lebih dulu mencuri start. Jumat (9/5) mendatang, aparat Pajak akan mengumpulkan dan mendatangi para penghuni kompleks perumahan mewah di Pluit Saat itu, aparat pajak akan langsung menagih PPh pribadi kepada orang kaya di Pluit yang memiliki tanah dan bangunan senilai Rp 3 miliar ke atas.

Para orang kaya itu pun tak bisa mengelak memiliki aset sebesar itu. Sebab aparat pajak sudah berbekal bukti data Pajak Bumi daii Bangunan (PBB), setoran pajak mereka selama ini,lengkap dengan bukti foto rumah dan perusahaan milik para orang kaya itu.
Inilah upaya Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak memburu setoran pajak dari para pemilik rumah dan tanah. Soal bagaimana caranya, Ditjen Pajak menyerahkan sepenuhnya pelaksana-annya kepada masing-masing KPP di seluruh Indonesia.

Ditjen Pajak hanya memberi ancar-ancar, bahwa yang boleh menjadi target adalah mereka yang memiliki rumah dan tanah seharga di atas Rp 60 juta. Batasan nilai aset ini turun drastis dari ketentuan sebelumnya yang senilai Rp 300 juta. Hu karena aparat pajak ingin menyasar lebih banyak wajib pajak.

Moral cerita, tak ada pilihan selain memiliki NPWP. Kecuali bila Anda ingin repot menghadapi aparat peyak yang kian agresif mengintai harta kita. Martina Prianti

Sumber : Harian Kontan

Tuesday, May 6, 2008

Membangun Sendiri

Apakah yang dimaksud dengan kegiatan membangun sendiri dan apakah atas kegiatan membangun sendiri dikenakan PPN?

Kegiatan membangun sendiri adalah kegiatan membangun sendiri bangunan yang diperuntukkan bagi tempat tinggal atau tempat usaha dengan luas bangunan 200 m2 atau lebih. Atas kegiatan membangun sendiri tersebut dikenakan PPN.

Bagaimanakah cara penghitungan, saat dan tempat terutang PPN atas kegiatan membangun sendiri?

PPN yang terutang dan disetor ke kas negara = 10% x 40% x jumlah seluruh biaya yang dikeluarkan dan atau dibayarkan setiap bulannya.
  • Saat terutangnya PPN adalah pada saat mulai dilaksanakannya pembangunan (menggali fondasi, memasang tiang pancang, dan lain-lain)
  • Tempat pajak terutang adalah di tempat bangunan didirikan.

Apakah atas kegiatan membangun sendiri PPN terutang yang telah disetor harus dilaporkan? Bila ya kemana?

PPN atas kegiatan membangun sendiri yang telah disetor harus dilaporkan
dengan cara sebagai berikut :

  • bagi pengusaha (OP atau Badan) yang bukan Pengusaha Kena Pajak melaporkan bukti setoran pajak (Surat Setoran Pajak) ke Kantor Pelayanan Pajak lokasi bangunan didirikan.
  • Sedangkan bagi PKP dapat dilaporkan di Kantor Pelayanan Pajak ditempat
    PKP dikukuhkan melalui SPT Masa PPN setiap Masa Pajak pelaksanaan
    kegiatan membangun sendiri

Pajak Atas Undian Berhadiah

Sering kita mendengar dan melihat adanya acara undian berhadiah di media cetak dan televisi, bahkan kita juga sering mendengar adanya penipuan yang berkedok undian.
Saya pernah melihat surat tanda pemenang 'undian' tersebut, diatasnya tertera nama penyelenggara, nama pemenang beserta dengan fotocopy KTP, nama notaris dan lembaga lain seperti Ditjen Pajak! yang tentu semuanya palsu.
Penipuan ini dilakukan dengan modus 'pemenang undian--korban' diwajibkan untuk membayar pajak atas hadiah yang akan diterimanya. Nah.. sebelum terlanjur menjadi korban, akan saya gambarkan pajak yang dibayar oleh pemenang undian (undian yang resmi lho, dan mohon dibedakan dengan hadiah perlombaan, penghargaan).

Sesuai dengan PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 132 TAHUN 2000 TENTANG PAJAK PENGHASILAN ATAS HADIAH UNDIAN

Pasal 1
Atas penghasilan berupa hadiah undian dengan nama dan dalam bentuk apapun dipotong atau dipungut Pajak Penghasilan yang bersifat final.

Pasal 2
Besarnya Pajak Penghasilan yang wajib dipotong atau dipungut atas penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 adalah 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah bruto hadiah undian. Pengertian nilai hadiah adalah nilai uang atau nilai pasar apabila hadiah tersebut diserahkan dalam bentuk natura misalnya mobil.

Pasal 3
Penyelenggara undian wajib memotong atau memungut Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 dan Pasal 2.

Disini harus diperhatikan bahwa hadiah dipotong oleh penyelenggara dan kepada pemenang akan diberikan bukti potong PPh Pasal 4 ayat (2). Jadi kepada pemenang harus waspada dan hati-hati apabila ada penyelenggara yang meminta uang terlebih dahulu, pastikan bahwa undian tersebut sah dan dapatkan bukti potong pajaknya.

Untuk hadian perlombaan dan penghargaan sehubungan dengan pekerjaan diatur sbb:
Atas hadiah atau penghargaan perlombaan, penghargaan, dan hadiah sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan lainnya dikenakan Pajak Penghasilan sebagai berikut:
  1. Dalam hal penerima penghasilan adalah orang pribadi Wajib Pajak dalam negeri, dikenakan Pajak Penghasilan Pasal 21 dengan tarif Pasal 17 Undang-undang PPh dari jumlah penghasilan bruto;
  2. Dalam hal penerima penghasilan adalah Wajib Pajak luar negeri selain BUT, dikenakan Pajak Penghasilan Pasal 26 sebesar 20% (dua puluh persen) dari jumlah bruto dengan memperhatikan ketentuan dalam Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda yang berlaku;
  3. Dalam hal penerima penghasilan adalah Wajib Pajak badan termasuk BUT, dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan Pasal 23 ayat (1) huruf a angka 4) Undang-undang PPh, sebesar 15% (lima belas persen) dari jumlah penghasilan bruto.


Tidak termasuk dalam pengertian hadiah dan penghargaan yang dikenakan Pajak Penghasilan adalah hadiah langsung dalam penjualan barang atau jasa sepanjang diberikan kepada semua pembeli atau konsumen akhir tanpa diundi dan hadiah tersebut diterima langsung oleh konsumen akhir pada saat pembelian barang atau jasa.

Monday, May 5, 2008

Penghapusan NPWP

Kepada Wajib Pajak diberikan hak untuk mencabut/menghapus NPWP yang dimilikinya, namun demikian harus memenuhi persyaratan yaitu:
  1. WP meninggal dunia dan tidak meninggalkan warisan, disyaratkan adanya fotocopy akte/laporan kematian dari instansi yang berwenang;
  2. Wanita kawin tidak dengan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan disyaratkan adanya surat nikah/akte perkawinan dari catatan sipil;
  3. Warisan yang belum terbagi dalam kedudukan sebagai Subyek Pajak apabila sudah selesai dibagi disyaratkan adanya keterangan tentang selesainya warisan tersebut dibagi oleh para ahli waris;
  4. WP Badan yang telah dibubarkan secara resmi, disyaratkan adanya akte pembubaran yang dikukuhkan dengan surat keterangan dari instansi yang berwenang;
  5. Bentuk Usaha Tetap (BUT) yang karena sesuatu hal kehilangan statusnya sebagai BUT, disyaratkan adanya permohonan WP yang dilampiri dokumen yang mendukung bahwa BUT tersebut tidak memenuhi syarat lagi untuk dapat digolongkan sebagai WP;
  6. WP Orang Pribadi lainnya yang tidak memenuhi syarat lagi sebagai WP.

Taxable Person

CONSOLIDATION OF LAW OF THE REPUBLIC OF INDONESIA NUMBER 7 OF 1983 CONCERNING INCOME TAX AS LASTLY AMENDED BY LAW NUMBER 17 OF 2000 CHAPTER II TAXABLE PERSON

Article 2

(1) Taxable person consists of:
a. 1) an individual; 2) an undivided inheritance as a unit in lieu of the beneficiaries;
b. an entity;
c. a permanent establishment.

(2) Taxable person comprises of resident and non-resident Taxpayer.

(3) The term “resident Taxpayer” means:
a. an individual who resides in Indonesia or is present in Indonesia for more than 183 (one hundred and eighty-three) days within any 12 (twelve) month period, or an individual who in particular taxable year is present and intends to reside in Indonesia;
b. an entity established or domiciled in Indonesia;
c. an undivided inheritance as a unit in lieu of the beneficiaries.

(4) The term “non-resident tax payer” means:
a. an individual who does not reside in Indonesia or is present in Indonesia for not more than 183 (one hundred and eighty-three) days within any 12 (twelve) month period, and an entity which is not established or domiciled in Indonesia conducting business or carrying out activities through a permanent establishment;
b. an individual who does not reside in Indonesia or is present in Indonesia for not more than 183 (one hundred and eighty-three) days within any 12 (twelve) month period, and an entity which is not established or domiciled in Indonesia deriving income from Indonesia other than from conducting business or carrying out activities through a permanent establishment.

(5) A permanent establishment shall be an establishment used by an individual who does not reside or is present in Indonesia for not more than 183 (one hundred and eighty-three) days within any 12 (twelve) month period, or by an entity which is not established or domiciled in Indonesia in the form of, among others:
a. a place of management;
b. a branch;
c. a representative office;
d. an office;
e. a factory;
f. a workshop;
g. a mining and extraction of natural resources, drilling used for mining exploration;
h. a fishery, animal husbandry, farm, plantation or forestry;
i. a construction, installation or assembly project;
j. the furnishing of services through employees or other personnel, if conducted for more than 60 (sixty) days within 12 (twelve) month period;
k. an individual or an entity acting as a dependent agent;
l. an agent or employee of an insurance company that is not established or domiciled in Indonesia if it collects premiums or insures risk in Indonesia.

(6) The residence of an individual or the domicile of an entity shall be determined by the Director General of Taxes according to the real situation.

Apa itu NPWP?

Sesuai dengan Pasal 1 ayat (6) UU KUP Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.

Nomor NPWP yang diperoleh WP terdiri dari 15 digit angka dengan format XX.XXX.XXX.X-XXX.XXX, angka-angka tersebut konon katanya hasil rumusan yang bersumber dari database kantor pajak dengan kode-kode yang unik, yang saya ketahui tempat terdaftar Wajib Pajak mempengaruhi kode NPWP yang dimilikinya, misalnya untuk daerah Jakarta akan memiliki kode KPP berbeda dengan daerah Denpasar.
Saat ini bentuk kartu NPWP yang diterbitkan oleh kantor pajak seukuran atau mirip dengan kartu ATM berwarna kuning keemasan yang berisi nomor NPWP, nama Wajib Pajak, alamat wajib pajak dan tanggal terdaftar.


Apa saja fungsi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)

Fungsi dari Nomor Pokok Wajib Pajak:
  • Untuk mengetahui identitas Wajib Pajak;
    Untuk menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan dalam pengawasan administrasi perpajakan;
  • Untuk keperluan yang berhubungan dengan dokumen perpajakan;
  • Untuk memenuhi kewajiban perpajakan, misalnya dalam pengisian SSP;
  • Untuk mendapatkan pelayanan dari instansi-instansi tertentu yang mewajibkan pencantuman NPWP dalam dokumen yang diajukan. Misal: Dokumen Impor (PPUD, PIUD), Permohonan Kredit Bank diatas 50 juta.

Setiap WP hanya diberikan satu NPWP

Pajak di Mata Masyarakat

Sesuai dengan Pasal 1 ayat (1) UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) disebutkan bahwa
Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Karena hal yang bersifat memaksa inilah yang menyebabkan para WP kurang memiliki kesadaran akan pembayaran pajak.
Disamping hal tersebut masih ada hal-hal yang menyebabkan WP kurang sadar. Penyebabnya adalah kurang mengerti dengan peraturan perpajakan, enggan mengurus pajak, dan image negatif para petugas pajak di mata masyarakat.
Karena hal tersebutlah, saya akan mencoba memberi gambaran tentang aspek-aspek perpajakan yang sering dijumpai oleh masyarakat pada umumnya.